Makanan Impian di Masa Kecil yang Bikin Kecewa 😤
Saat masih kecil, saya sangat ingin mencicipi burger, spageti, pizza, keju, dan semacamnya. Sebab makanan-makanan tersebut sering muncul di televisi, dan iklannya bertebaran di sela-sela film kartun yang biasa saya tonton ketika hari Minggu.
Setiap iklan-iklan makanan itu muncul, ruang-ruang imajinasi saya sering bergejolak. Saya membayangkan betapa nikmatnya bila dapat mencicipi makanan-makanan tersebut.
Hanya saja pada masa itu, saya sadar betapa sulit untuk bisa mewujudkannya. Dimana makanan tersebut merupakan makanan yang identik dengan orang kaya, yang harganya tentu tidak murah. Belum lagi untuk mendapatkannya, kita harus pergi ke kota. Sebab makanan-makanan tersebut baru bisa ditemukan di kota.
Dan kini seiring berjalannya waktu, satu demi satu makanan-makanan itu pun ~alhamdulillah~ bisa saya coba. Terlebih di zaman sekarang, semua jenis makanan dan jajanan sangat mudah untuk didapatkan.
Hanya saja, betapa kecewanya saya ketika menyadari bahwa ekspektasi saya terlalu tinggi. Semua makanan yang dulu membuat liur saya meleleh atas bawah ternyata tidak sesuai dengan yang saya bayangkan. Bahkan beberapa diantaranya justru terasa aneh masuk di mulut, tidak enak dan bikin mual.
Di televisi, orang-orang yang sedang makan keju selalu terlihat nikmat melahap potongan-potongan kejunya. Tapi saya, baru cicip keju sedikit saja sudah ngabirigidig, linu di gigi, giung, dan susah untuk menelannya.
Demikian halnya pizza, dalam bayangan akan sangat gurih dan nikmat jika melihat tampilan dan teksturnya, tetapi pas dimakan terasa aneh. Mulut saya terasa sulit menerimanya.
Belakangan, saya pun tergiur dengan orang-orang yang membicarakan ramen. Beberapa teman antusias mengajak saya untuk berkunjung makan ke kedai ramen, termasuk istri saya.
Namun setelah beberapa kali ke kedai ramen dan mencicipi setiap varian yang disediakan, sepertinya lidah saya memang tidak merasakan kenikmatan seperti apa yang dibicarakan sebagian orang.
Saya masih merasa mie ayam alun-alun Cililin belum ada yang menyaingi kenikmatannya.
Akhirnya saya faham, bahwa segala sesuatu tergantung lidah. Dan mungkin saja lidah saya adalah lidah lokal kebanyakan orang Indonesia. Karena kebanyakan jajanan khas Indonesia selalu bisa saya nikmati, tapi makanan khas luar negeri sangat sulit dimengerti.
Begitu.