Menyambut Kelahiran Anak Kedua; Beda Rasanya

Ang Rifkiyal
Menyambut Kelahiran Anak Kedua; Beda Rasanya

"Menyambut anak kedua", saya beri judul tulisan ini demikian. Kenapa? Karena setelah dipikir, tidak tahu kenapa sampai saat ini saya masih woles menghadapi kedatangan member baru. Saya merasa biasa saja tidak seheboh ketika saya mau memiliki anak pertama.

Tentu, saya tidak bermaksud pilih kasih. Mungkin ini karena efek psikologisnya saja yang berbeda akibat saya sudah mengalami bagaimana rasanya memiliki anak.

Saya sudah faham dan saya juga sudah tahu berbagai proses yang harus disipakan baik lahir maupun batin dalam menghadapi proses kelahiran dari pengalaman anak pertama. Sehingga ketika saat ini akan ada anak kedua, sepertinya saya tidak se was-was dulu. Saya merasa lebih kalem dan kondusif.

Dulu, saya dan istri sering ribet mempersiapkan segala hal jauh-jauh hari sebelum kelahiran. Segala yang tidak ada diada-adain. Bahkan barang-barang yang akhirnya tidak terlalu diperlukan pun disiapkan.

Sekarang, barang-barang persiapan kelahiran bayi disediakan seperlunya saja. Bahkan beberapa perlengkapan bekas anak pertama, masih bisa digunakan. Barang-barang yang belum ada, dan belum terlalu urgen, ditangguhkan terlebih dahulu.

Saya masih ingat, dulu hampir tiap bulan saya mengantar memeriksakan istri ke bidan atau dokter kandungan. Hampir tiap bulan juga melakukan USG. Selain itu, saya sering diajak krasak krusuk oleh istri berbelanja ke toko-toko perlengkapan bayi. Bahkan ketika usia kehamilan masih terbilang muda. Alasannya takut ketika melahirkan kerepotan dengan barang-barang yang belum ada, dan takut tidak bisa bepergian.

Sekarang, saya melakukan USG hanya 4 kali. Pertama memastikan kehamilan, kedua cek up biasa di usia kehamilan 4 bulan, ketiga cek up biasa sambil lihat perawakan bayi di usia 7 bulan, dan kemarin cek terakhiran sebelum lahiran memastikan posisi bayi sudah ready posisinya.

Untuk kesiapan perlengkapan bayi, saat ini bahkan saya tidak tahu karena tidak dilibatkan oleh istri. Konon katanya semua sudah ia siapkan. Belanjanya pun ia lakukan dari toko online. Tidak lagi menjelajah langsung ke toko-toko perlengkapan bayi dari satu tempat ke tempat lainnya.

Akhirnya saya merasa hegemoninya tidak seheboh dulu. Lagi-lagi bukan dalam rangka pilih kasih. Mungkin karena psikologis saya dan istri lebih tenang saja karena pengalaman terdahulu saat memiliki anak pertama.

Entah hal ini terjadi kepada kami saja, atau juga dirasakan oleh Ayah dan Ibu lainnya.

Tapi ada satu hal yang mungkin agak riskan bagi saya, sampai saat ini saya belum menemukan nama yang merenah untuk anak kedua saya. Saya masih bingung. Mencari nama untuk anak perempuan agak sulit ternyata.